Upacara Tawur Kesanga di Bali selalu dimeriahkan dengan pawai serta pengarakkan ogoh-ogoh keliling Banjar maupun Desa masing-masing. Ogoh-ogoh adalah sebuah ekspresi kreatif masyarakat Hindu di Bali dalam memaknai perayaan pergantian Tahun Caka.
Dalam pembuatan ogoh-ogoh masyarakat di Bali mengambil bentuk-bentuk raksasa maupun tema-tema yang mengilustrasikan sifat-sifat negatif seperti pemalas, rakus, pemarah dan masih banyak lagi bentuk-bentuk lainnya, sebagai perlambang sifat-sifat negatif yang harus dilebur agar tidak menggangu kehidupan manusia.
Ogoh-ogoh yang diciptakan kemudian dihaturkan sesaji natab caru pabiakalan sebuah ritual yang bermakna nyomia, mengembalikan sifat-sifat Bhutakala ke asalnya. Kemudian dilanjutkan dengan prosesi pengerupukan pada sore harinya. Seluruh lapisan masyarakat ikut bersama-sama meramaikan dan beberapa warga mengusung ogoh-ogoh mengelilingi jalan-jalan desa dan mengitari catus pata sebagai simbol siklus sakral perputaran waktu menuju ke pergantian tahun baru Caka. Sebagai akhir prosesi ritual tersebut ogoh-ogoh itu di-prelina atau mengembalikan keasalnya dengan dilebur atau dibakar.
Pada upacara Tawur Kesanga dan ritual Ngerupuk tersebut mengandung dua makna yaitu :
1) mengekspresikan nilai-nilai religius dan ruang-waktu sakral berdasarkan sastra-sastra agama,
2) merupakan karya kreatif yang disalurkan melalui ekspresi keindahan dan kebersamaan.
No comments:
Post a Comment