Monday, June 4, 2012

Ogoh-ogoh Jogor Manik

Di tahun caka 1934 (tahun 2012) ini kami dari Banjar Umadesa mengusung ogoh-ogoh dengan tema Jogor Manik. Ogoh-ogoh Jogor Manik ini telah dipersiapkan selama 1 bulan. Saya dengan anggota pemuda di Banjar Umadesa, Desa Peguyangan Kaja, Kota Denpasar mengambil tema Jogor Manik karena tokoh ini merupakan salah satu penjaga pintu Neraka yang berpasangan dengan Sang Suratma. Jogor Manik adalah raksasa pembantai atau eksekutor daripada atma-atma yang dinyatakan bersalah sesuai dengan perbuatanya semasa hidup yang telah tercatat oleh Sang Suratma.
 
Proses pengerjaan ogoh-ogoh ini, pertama-tama dimulai dengan perancangan kerangka dengan pipa besi, kemudian pembentukan seluruh badan dan kepala menggunakan gabus (Styrofoam). Bahan gabus dipilih karena sifatnya yang gampak dibentuk dan ringan, sehingga mudah dibentuk. Kemudian setelah pembentukan selesai dilanjutkan dengan pelapisan menggunakan kertas dan kornis (bahan perekat gypsum). Setelah semua bagian tertutup dengan baik serta diamplas maka dilanjutkan dengan pengecatan dan arsiran dengan teknik air brush. Kemudian dilanjutkan pemasangan rambut, kain dan asesoris-asesorisnya.

Pembiayaan ogoh-ogoh diperoleh dari sumbangan warga setempat serta dari beberapa pemilik usaha di wilayah kami. Rasa kebersamaan dan kreativitas para pemuda menjadi modal dan  semangat kerja dalam menciptakan ogoh-ogoh ini.

Wednesday, May 30, 2012

Ogoh-ogoh Pandung vs Rangda

Pada sore hari di tahun caka 1933 (tahun 2011) kami dari Banjar Umadesa mengusung ogoh-ogoh dengan tema Pandung vs Rangda. Ogoh-ogoh Pandung vs Rangda ini telah dipersiapkan selama 1 bulan. Saya dengan anggota pemuda di Banjar Umadesa, Desa Peguyangan Kaja, Kota Denpasar mengambil tema Pandung vs Rangda ini untuk mengambil karakter jahat dari tokoh ilmu hitam yakni Matah Gede yang berubah menjadi Rangda melawan Patih Keras (Pandung) yang membela kebenaran. Patih ini mempunyai kesaktian yang bisa merubah diri menjadi Barong Ket.


Proses pengerjaan ogoh-ogoh ini, pertama-tama dimulai dengan perancangan kerangka dengan kayu, kemudian pembentukan badan menggunakan anyaman bambu (bambu untuk bahan gedeg). Setelah anyaman bambu dirasa cukup rapat kemudian dilanjutkan dengan menempel dengan kertas bekas (koran, pembungkus semen, dll). Untuk bahan topeng menggunakan kayu, hal ini dilakukan untuk mendapatkan karakter dan taksu dari ogoh-ogoh. Dan telapak tangan dan kaki menggunakan gabus (Styrofoam). Bahan gabus dipilih karena sifatnya yang gampak dibentuk dan ringan, sehingga mudah dibentuk. Setelah semua terpasang maka dilanjutkan dengan pengecatan dan mewarnai detail-detail bentuknya. Kemudian dilanjutkan pemasangan rambut, kain dan asesoris-asesorisnya.
Pembiayaan ogoh-ogoh diperoleh dari sumbangan warga setempat serta dari beberapa pemilik usaha di wilayah kami. Rasa kebersamaan dan kreativitas para pemuda menjadi modal dan  semangat kerja dalam menciptakan ogoh-ogoh ini.

Ogoh-ogoh Calonarang

Pada sore hari di tahun caka 1932 (tahun 2010) kami dari Banjar Umadesa mengusung ogoh-ogoh dengan tema Calonarang. Ogoh-ogoh Calonarang ini telah dipersiapkan selama 1 bulan. Saya dengan anggota pemuda di Banjar Umadesa, Desa Peguyangan Kaja, Kota Denpasar mengambil tema Calonarang ini untuk mengambil karakter jahat dari tokoh ilmu hitam yakni Matah Gede yang berubah menjadi Rangda dan muridnya Condong yang berubah juga menjadi Celuluk, mereka berdua dengan murid-muridnya menebar rasa takut dan penyakit yang menyengsarakan masyarakat di wilayah musuhnya. Sifat negatif inilah yang akan dikembalikan keasalnya di malam Pengerupukan dengan cara dibakar.

Proses pengerjaan ogoh-ogoh ini, pertama-tama dimulai dengan perancangan kerangka dengan kayu, kemudian pembentukan badan menggunakan anyaman bambu (bambu untuk bahan gedeg). Setelah anyaman bambu dirasa cukup rapat kemudian dilanjutkan dengan menempel dengan kertas bekas (koran, pembungkus semen, dll). Untuk bahan topeng menggunakan kayu, hal ini dilakukan untuk mendapatkan karakter dan taksu dari ogoh-ogoh. Dan telapak tangan dan kaki menggunakan gabus (Styrofoam). Bahan gabus dipilih karena sifatnya yang gampak dibentuk dan ringan, sehingga mudah dibentuk. Setelah semua terpasang maka dilanjutkan dengan pengecatan dan mewarnai detail-detail bentuknya. Kemudian dilanjutkan pemasangan rambut, kain dan asesoris-asesorisnya.

Pembiayaan ogoh-ogoh diperoleh dari sumbangan warga setempat serta dari beberapa pemilik usaha di wilayah kami. Rasa kebersamaan dan kreativitas para pemuda menjadi modal dan  semangat kerja dalam menciptakan ogoh-ogoh ini.

Ogoh-ogoh Siat Kumbakarna


Pada sore hari di tahun caka 1930 (tahun 2008) diadakan Pengerupukan yang dimeriahkan dengan pengusungan ogoh-ogoh oleh warga keliling Banjar maupun Desa. Kami dari Banjar Umadesa ikut memeriahkan dengan mengusung ogoh-ogoh dengan tema Siat Kumbakarna. Ogoh-ogoh Siat Kumbakarna ini di buat selama 1 bulan. Saya dengan anggota pemuda di Banjar Umadesa, Desa Peguyangan Kaja, Kota Denpasar membuat ogoh-ogoh Siat Kumbakarna ini untuk mengambil karakter Kumbakarna yang merupakan adik dari Raja Alengka yaitu Rahwana yang pemalas dan rakus. Sifat negatif inilah yang akan dikembalikan keasalnya di malam Pengerupukan dengan cara dibakar.

Proses pengerjaan ogoh-ogoh ini, pertama-tama dimulai dengan perancangan kerangka dengan kayu, kemudian pembentukan badan menggunakan anyaman bambu (bambu untuk bahan gedeg). Setelah anyaman bambu dirasa cukup rapat kemudian dilanjutkan dengan menempel dengan kertas bekas (koran, pembungkus semen, dll). Untuk bahan topeng dan telapak tangan dan kaki menggunakan gabus (Styrofoam). Bahan gabus dipilih karena sifatnya yang gampak dibentuk dan ringan, sehingga mudah dibentuk. Setelah semua terpasang maka dilanjutkan dengan pengecatan dan mewarnai detail-detail bentuknya. Kemudian dilanjutkan pemasangan rambut, kain dan asesoris-asesorisnya.

Pembiayaan ogoh-ogoh diperoleh dari sumbangan warga setempat serta dari beberapa pemilik usaha di wilayah kami. Rasa kebersamaan dan kreativitas para pemuda menjadi modal dan  semangat kerja dalam menciptakan ogoh-ogoh ini.

Ogoh-ogoh Rahwana Kroda

Pada Tawur Kesanga tahun caka 1929 (tahun 2007) saya dengan anggota pemuda di Banjar Umadesa, Desa Peguyangan Kaja, Kota Denpasar membuat ogoh-ogoh Rahwana Kroda. Tokoh ini merupakan perwujudan keserakahan dan sombong. Sifat negatif inilah yang akan dikembalikan keasalnya di malam Pengerupukan.

Proses pengerjaan ogoh-ogoh ini menghabiskan waktu kurang lebih 4 minggu. Pertama-tama dimulai dengan perancangan kerangka dengan kayu, kemudian pembentukan badan menggunakan anyaman bambu (bambu untuk bahan gedeg). Setelah anyaman bambu dirasa cukup rapat kemudian dilanjutkan dengan menempel dengan kertas bekas (koran, pembungkus semen, dll). Untuk bahan topeng dan telapak tangan dan kaki menggunakan gabus (Styrofoam). Bahan gabus dipilih karena sifatnya yang gampak dibentuk dan ringan, sehingga mudah dibentuk. Setelah semua terpasang maka dilanjutkan dengan pengecatan dan mewarnai detail-detail bentuknya. Kemudian dilanjutkan pemasangan rambut, kain dan asesoris-asesorisnya.

Pembiayaan ogoh-ogoh diperoleh dari sumbangan warga setempat serta dari beberapa pemilik usaha di wilayah kami. Rasa kebersamaan dan kreativitas para pemuda menjadi modal dan  semangat kerja dalam menciptakan ogoh-ogoh ini.

Wednesday, April 18, 2012

Ogoh-ogoh Kala Peceng


Saat menyambut tahun baru Caka yakni sehari sebelum Hari Raya Nyepi di Bali, dilaksanakan upacara Tawur Kesanga. Kemudian pada sore hari dilanjutkan dengan Pengerupukan yang dimeriahkan dengan pengusungan ogoh-ogoh oleh warga keliling Banjar maupun Desa setempat.

Di tahun 2006 (tahun caka 1928) saya dengan anggota pemuda di Banjar Umadesa, Desa Peguyangan Kaja, Kota Denpasar membuat ogoh-ogoh Kala Peceng. Perwujudan Bhutakala ini diambil karena sifatnya yang rakus dan pemarah, walaupun dengan kecacatan yang dimilikinya. Sifat negatif inilah yang akan dikembalikan keasalnya di malam Pengerupukan.

Proses pengerjaan ogoh-ogoh ini menghabiskan waktu kurang lebih 3 minggu. Pertama-tama dimulai dengan perancangan kerangka dengan kayu, kemudian pembentukan badan menggunakan anyaman bambu (bambu untuk bahan gedeg). Setelah anyaman bambu dirasa cukup rapat kemudian dilanjutkan dengan menempel dengan kertas bekas (koran, pembungkus semen, dll). Untuk bahan topeng dan telapak tangan dan kaki menggunakan gabus (Styrofoam). Bahan gabus dipilih karena sifatnya yang gampak dibentuk dan ringan, sehingga mudah dibentuk. Setelah semua terpasang maka dilanjutkan dengan pengecatan dan mewarnai detail-detail bentuknya. Kemudian dilanjutkan pemasangan rambut, kain dan asesoris-asesorisnya.

Pembiayaan ogoh-ogoh diperoleh dari sumbangan warga setempat serta dari beberapa pemilik usaha di wilayah kami. Rasa kebersamaan dan kreativitas para pemuda menjadi modal dan  semangat kerja dalam menciptakan ogoh-ogoh ini.

Monday, April 16, 2012

Ogoh-ogoh di Bali


Upacara Tawur Kesanga di Bali selalu dimeriahkan dengan pawai serta pengarakkan ogoh-ogoh keliling Banjar maupun Desa masing-masing. Ogoh-ogoh adalah sebuah ekspresi kreatif masyarakat Hindu di Bali dalam memaknai perayaan pergantian Tahun Caka.
Dalam pembuatan ogoh-ogoh masyarakat di Bali mengambil bentuk-bentuk raksasa maupun tema-tema yang mengilustrasikan sifat-sifat negatif seperti pemalas, rakus, pemarah dan masih banyak lagi bentuk-bentuk lainnya, sebagai perlambang sifat-sifat negatif yang harus dilebur agar tidak menggangu kehidupan manusia.
Ogoh-ogoh yang diciptakan kemudian dihaturkan sesaji natab caru pabiakalan sebuah ritual yang bermakna nyomia, mengembalikan sifat-sifat Bhutakala ke asalnya. Kemudian dilanjutkan dengan prosesi pengerupukan pada sore harinya. Seluruh lapisan masyarakat ikut bersama-sama meramaikan dan beberapa warga mengusung ogoh-ogoh mengelilingi jalan-jalan desa dan mengitari catus pata sebagai simbol siklus sakral perputaran waktu menuju ke pergantian tahun baru Caka. Sebagai akhir prosesi ritual tersebut ogoh-ogoh itu di-prelina atau mengembalikan keasalnya dengan dilebur atau dibakar.

Pada upacara Tawur Kesanga dan ritual Ngerupuk tersebut mengandung dua makna yaitu :
1) mengekspresikan nilai-nilai religius dan ruang-waktu sakral berdasarkan sastra-sastra agama,
2) merupakan karya kreatif yang disalurkan melalui ekspresi keindahan dan kebersamaan.